Perang Dagang Trump, Dampaknya Terhadap Bitcoin dan Pasar Saham

BITCOIN, BISNISINVESTASI

Marwan Aziz

3/4/20252 min read

Oleh : Marwan Aziz* Ketegangan ekonomi global kembali meningkat setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif tinggi terhadap Kanada, Meksiko, dan China.

Keputusan ini langsung mengguncang pasar keuangan dunia, menyebabkan aksi jual besar-besaran di Wall Street dan membuat pasar kripto menjadi lautan merah.

Bitcoin, yang sering dianggap sebagai "emas digital" dan aset lindung nilai, justru mengalami koreksi tajam. Apakah ini tanda awal dari krisis yang lebih dalam atau justru peluang bagi investor cerdas?

Perang Dagang Trump dan Kekacauan Pasar

Trump telah lama menggunakan tarif sebagai senjata ekonomi untuk melindungi industri domestik AS. Dalam kebijakan terbarunya, ia menerapkan tarif sebesar 25% terhadap ekspor Meksiko dan Kanada ke AS, serta tambahan 10% terhadap impor dari China. Keputusan ini langsung memicu kepanikan di pasar global karena khawatir akan pembalasan dari negara mitra dagang AS.

Efek domino dari kebijakan ini terlihat jelas. Bursa saham utama AS mengalami koreksi signifikan, dengan Dow Jones dan Nasdaq anjlok dalam sehari. Investor mulai mencari aset aman, menyebabkan lonjakan harga emas, sementara Bitcoin dan aset kripto justru mengalami tekanan besar.

Bitcoin: Safe Haven atau Aset Risiko?

Selama ini, Bitcoin sering dibandingkan dengan emas sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi. Namun, dalam kondisi saat ini, Bitcoin justru mengalami penurunan tajam, terkoreksi hingga 8,47% dalam 24 jam terakhir. Ethereum, XRP, dan Solana bahkan turun lebih dalam, menunjukkan bahwa pasar kripto lebih diperlakukan sebagai aset berisiko daripada pelarian aman.

Mengapa Bitcoin terpengaruh oleh perang dagang? Ada beberapa faktor yang jadi pemicu:

  1. Kepanikan Pasar: Investor cenderung menarik dana dari aset berisiko, termasuk kripto, dan mengalihkan ke instrumen yang lebih stabil seperti emas dan obligasi.

  2. Koneksi dengan Ekuitas: Meskipun independen dari sistem keuangan tradisional, Bitcoin semakin memiliki korelasi dengan pasar saham. Ketika indeks saham anjlok, kripto pun ikut terpengaruh.

  3. Likuidasi Leverage: Banyak trader menggunakan leverage tinggi di pasar kripto, sehingga penurunan harga memicu likuidasi otomatis yang memperparah kejatuhan.

Prediksi: Berapa Lama Gejolak Ini Bertahan?

Dampak dari kebijakan tarif Trump bisa berlangsung dalam beberapa skenario:

  • Jika ketegangan terus meningkat, dengan negara-negara lain membalas dengan tarif mereka sendiri, maka gejolak pasar bisa berlangsung selama 3-6 bulan ke depan.

  • Jika ada negosiasi ulang atau kompromi, pasar dapat pulih lebih cepat dalam 1-2 bulan.

  • Jika bank sentral seperti The Fed menurunkan suku bunga, ini bisa menjadi katalis positif bagi aset berisiko, termasuk Bitcoin.

Peluang di Tengah Kekacauan

Bagi investor yang berorientasi jangka panjang, penurunan harga bisa menjadi kesempatan emas untuk membeli aset dengan harga diskon. Strategi terbaik saat ini bisa berupa:

  • Menunggu penurunan lebih dalam (Buy the Dip) sebelum melakukan pembelian.

  • Akumulasi bertahap (Dollar-Cost Averaging - DCA) untuk mengurangi risiko volatilitas.

  • Memantau kebijakan ekonomi AS dan reaksi pasar global sebelum mengambil keputusan besar.

Kesimpulan

Perang dagang yang digencarkan Trump menciptakan ketidakpastian tinggi di pasar global. Bitcoin dan aset kripto yang awalnya dianggap sebagai safe haven justru ikut terkena dampak negatif akibat aksi jual besar-besaran. Meski begitu, bagi investor cerdas, kondisi ini bisa menjadi peluang untuk masuk ke pasar dengan harga lebih rendah sebelum potensi pemulihan terjadi.

Dalam dunia investasi, volatilitas adalah bagian dari permainan. Yang terpenting adalah memiliki strategi yang matang dan tetap tenang menghadapi gejolak pasar. Apakah ini saatnya menjual atau justru membeli Bitcoin? Jawabannya bergantung pada seberapa besar keyakinan kita terhadap masa depan aset digital ini.

*Penulis adalah Founder Terkini.com yang juga Tenaga Ahli Anggota DPR RI dan yang saat ini tengah mengambil studi Magister Manajemen di Universitas Nasional (UNAS) Jakarta.